
Gerbang Penjajahan Desa
MENGENAL SDGs
Setelah AS berhasil memenangkan Perang Dunia II pada tahun 1945, perang di dunia dianggap sudah berakhir, dan dunia masuk ke dalam fase damai. Fase damai ini dimanfaatkan oleh AS sebagai masa membangun, begitupula dengan negara-negara adidaya lain dan negara-negara yang baru merdeka saat itu. Inilah titik tolak dimana kapitalisme dapat diterapkan dengan optimal tanpa hambatan dari peperangan militer dan juga salah satu adidaya lawannya pun telah tumbang, yaitu Kekhilafahan Utsmani. AS sebagai pemenang perang memiliki kuasa atas negara-negara di dunia, sehingga gampang sekali bagi AS untuk membuat negara-negara tersebut tunduk pada ideologinya.
Karena ideologi yang rusak, serakah, dan menghamba pada hawa nafsu manusia belaka, di awal masa pembangunan ini tampak jelas kerusakan yang dibawa oleh ideologi ini. AS jor-joran mengeksploitasi minyak dan gas dunia serta mendirikan pabrik-pabrik yang memproduksi gas-gas beracun bagi lingkungan. Bahkan sejak sebelum AS, Inggris dan negara-negara Eropa setelah Revolusi Industri pun juga telah melakukan pembangunan gila-gilaan yang tidak dikontrol kesadaran untuk menyelamatkan lingkungan. Karena mereka semata-mata hanya mengejar manfaat materi belaka.
Kerusakan ini adalah hal yang tampak jelas sekali, sehingga seorang cendekiawan asal AS sendiri, Rachel Carson menulis buku berjudul Silent Spring (musim semi yang sepi) yang menyentak dan membuka mata dunia terhadap isu lingkungan yang kian laun kian memburuk akibat pembangunan ini. Sehingga isu kepedulian terhadap lingkungan kian meluas secara global, ditambah di masa ini masih dalam masa Perang Dingin dengan Uni Soviet yang notabene bisa menggunakan isu lingkungan ini untuk memukul AS, dan isu ini juga selaras dengan ideologi Sosialisme-Komunisme mereka.
Merespon hal ini dan sebagai langkah membela diri Barat, PBB menggagas konferensi pertama lingkungan global yang diadakan pada tanggal 5 Juni 1972 di Stockholm, Swedia. Konferensi ini dihadiri oleh 113 delegasi dari berbagai negara dan hanya ada 2 kepala negara yang hadir (Swedia dan India). Meski begitu, pertemuan ini menjadi tonggak lingkungan hidup dunia. Dalam pertemuan ini, keluar resolusi pembentukan Badan Lingkungan Hidup PBB (UNEP). Selain itu, setiap tanggal 5 Juni diperingati sebagai hari lingkungan hidup sedunia.
Sejak Konferensi Stockholm, polarisasi antar kubu pro pembangunan (developmentalist) pro lingkungan hidup (environmentalist) semakin menajam, tentu ini juga adalah hasil dari perang ideologi antar kedua ideologi ini. Kemudian muncul berbagai pertemuan dan laporan penting mengenai pembangunan berkelanjutan, upaya mencari titik temu antara pembangunan dan pelestarian lingkungan hidup. Salah satu yang paling penting adalah laporan Brundtland 1987) yang merumuskan prinsip pembangunan berkelanjutan.
Kemudian setahun setelah Uni Soviet runtuh, yaitu pada tahun 1992, PBB menggagas Konferensi PBB untuk Lingkungan dan Pembangunan di Rio de Jeneiro, Brasil. Pertemuan ini dihadiri oleh 108 kepala negara dan disebut-sebut sebagai pertemuan dengan partisipan kepala negara terbesar hingga saat itu. Sehingga nama pertemuan ini dikenal sebagai KTT Bumi. Wajar saja pada pertemuan kali ini banyak sekali kepala negara yang hadir, karena mereka tidak perlu takut-takut dan ragu lagi untuk menunjukkan keberpihakan mereka ada dimana. Pasalnya AS kini telah menjadi adidaya tunggal pasca runtuhnya Uni Soviet setahun sebelumnya. Sehingga menjadikan dunia hari ini bersifat unipolar yang hanya dikuasai oleh AS, dan negara-negara di dunia tidak ada pilihan lain selain harus mengekor pada kepentingan AS. Dan konferensi ini tentunya adalah cara AS untuk menanamkan doktrin cara pandang ideologi mereka terhadap isu lingkungan dan pembangunan kepada negara-negara di seluruh dunia.
Pasca KTT Bumi, banyak digelar pertemuan global penting berkenaan dengan lingkungan hidup seperti Earth Summit+5 tahun 1997 di New York, AS, yang menghasilkan Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals/MDGs). MDGs ini lalu disahkan pada tahun 2000 oleh PBB dan memiliki target waktu capaian hingga 2015. Dalam konferensi tersebut dicapai kesepakatan tentang hubungan antara masalah lingkungan yang terkait dengan pembangunan berkelanjutan. Sejak saat itu konsep pembangunan yang ramah lingkungan mulai diimplementasikan dalam pelaksanaan pembangunan oleh berbagai negara.
Pasca 20 tahun KTT Bumi pada 1992, pada tahun 2012 PBB mengadakan KTT Rio+20 di Rio de Jeneiro, Brasil, sebagai tindak lanjut perencanaan pasca habisnya masa MDGs di 2015 berikutnya. Diputuskan agenda ke depan untuk melanjutkan MDGs, dikembangkan suatu konsepsi dalam konteks kerangka/agenda pembangunan pasca 2015, yang disebut Sustainable Development Goals (SDGs). Konsep SDGs ini diperlukan sebagai kerangka pembangunan baru yang mengakomodasi semua perubahan yang terjadi pasca 2015-MDGs. Terutama berkaitan dengan perubahan situasi dunia sejak tahun 2000 mengenai isu deflation sumber daya alam, kerusakan lingkungan, perubahan iklim semakin krusial, perlindungan sosial, food and energy security, dan pembangunan yang lebih berpihak pada kaum miskin. Berbeda halnya dengan MDGs yang ditujukan hanya pada negara-negara berkembang, SDGs memiliki sasaran yang lebih luas, yaitu seluruh negara, baik maju maupun berkembang, dan tingkat capaian per indikasinya pun tidak main-main, antara 0% ataukah 100%. SDGs ini secara resmi disepakati oleh 190 negara dan disahkan melalui sidang umum PBB pada 25 Septermber 2015 di New York, Amerika Serikat. Agenda pembangunan global ini berlaku mulai dari tahun 2015 hingga 2030 (Agenda 2030).
Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan (the 2030 Agenda for Sustainable Development atau SDGs) adalah kesepakatan pembangunan baru yang mendorong perubahan-perubahan yang bergeser ke arah pembangunan berkelanjutan yang berdasarkan hak asasi manusia dan kesetaraan untuk mendorong pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan hidup. SDGs/TPB diberlakukan dengan prinsip-prinsip universal, integrasi dan inklusif untuk meyakinkan bahwa tidak akan ada seorang pun yang terlewatkan atau “No-one Left Behind”. SDGs terdiri dari 17 Tujuan dan 169 target dalam rangka melanjutkan upaya dan pencapaian MDGs, ia mencakup berbagai aspek keberlanjutan, mulai dari ekonomi, sosial, hingga lingkungan.
LOCALISE SDGs/ LOCAL 2030
Lokalisasi SDGs adalah proses menerjemahkan Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 ke dalam konteks dan tantangan lokal, mendefinisikan, menerapkan dan memantau tindakan dan strategi lokal yang berkontribusi terhadap pencapaian SDGs secara global. Pandemi COVID-19 telah mengubah tatanan hidup penduduk dan berdampak pada semua kebijakan. Hal tersebut juga berdampak pada pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs), termasuk di Indonesia.
Pelaksanaan TPB telah memasuki tahun keenam sejak disahkan pada tahun 2015. Dengan hanya sembilan tahun tersisa untuk mencapai TPB pada batas waktu 2030, ada kebutuhan mendesak untuk bertindak mengakhiri kemiskinan, melindungi bumi ini, dan memastikan bahwa semua orang menikmati perdamaian dan kemakmuran.
Program ‘LOCALISE SDGs: Leadership, Ownership, and Capacities for Agenda 2030 Local Implementation and Stakeholders Empowerment’ yang didanai oleh Uni Eropa mendukung percepatan pencapaian TPB di Indonesia melalui advokasi kebijakan, pengembangan kapasitas, dan manajemen pengetahuan untuk 30 pemerintah daerah dan 5 asosiasi pemerintah daerah. Program ini telah dilaksanakan sejak tahun 2018 oleh United Cities and Local Governments Asia Pacific (UCLG ASPAC) bekerja sama dengan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) dan melibatkan asosiasi lain, seperti APPSI, APKASI, ADEKSI, dan ADKASI.
Pemerintah Daerah adalah pemain kunci dalam pencapaian Agenda 2030 atau SDGs / TPB. Pelibatan Pemerintahan Daerah dalam pelaksanaan TPB adalah aktivitas advokasi yang sedang dilakukan oleh Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) dan United Cities and Local Government Asia Pasific (UCLG ASPAC) dengan penekanan pada pentingnya melokalkan TPB sebagai proses dari pemberdayaan Pemerintah Daerah.
Kerjasama APEKSI dan UCLG ASPAC dengan dukungan pendanaan Uni Eropa, menjalankan perannya sebagai bagian SDGs Global Task Force melalui pembentukan program melokalkan SDGs di Indonesia. Program LOCALISE menjadikan Peraturan Presiden No. 59 Tahun 2018 tentang pelaksanaan TPB sebagai payung hukum di tataran nasional.
SDGs DESA
Salah satu upaya pemerintah dalam melokalkan SDGs adalah dengan membuat SDGs Desa. SDGs Desa adalah upaya terpadu mewujudkan Desa tanpa kemiskinan dan kelaparan, Desa ekonomi tumbuh merata, Desa peduli kesehatan, Desa peduli lingkungan, Desa peduli pendidikan, Desa ramah perempuan, Desa berjejaring, dan Desa tanggap budaya untuk percepatan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. SDGs Desa merupakan role pembangunan berkelanjutan yang akan masuk dalam program prioritas penggunaan Dana Desa Tahun 2021. Bahkan SDGs Desa berkontribusi sebesar 74% terhadap pencapaian TPB.
Selain itu, ekonomi desa memanglah hal yang penting bagi Indonesia, yaitu dengan menjadi bantalan atau buffer keadilan ekonomi, dengan sederet bukti sebagai berikut.
- Teruji saat krisis moneter pada 1997 – 1999, dan kontraksi ekonomi sebagai dampak langsung pandemi COVID-19 pada 2020 – 2021
- Pertumbuhan sektor pertanian tumbuh 1,77% di saat ekonomi nasional terkontraksi minus 2,07% pada 2020
- Pertumbuhan ekonomi pertanian pada tahun 2021 meningkat 1,84% dan pada triwulan pertama tahun 2022 tetap tumbuh 1,16%
Payung hukum yang menaungi SDGs Desa adalah Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2020 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2021, setidaknya ada 18 tujuan dan sasaran pembangunan melalui SDGs Desa tersebut, yaitu:
- Desa tanpa kemiskinan
- Desa tanpa kelaparan
- Desa sehat dan sejahtera
- Pendidikan desa berkualitas
- Desa berkesetaraan gender
- Desa layak air bersih dan sanitasi
- Desa yang berenergi bersih dan terbarukan
- Pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi desa
- Inovasi dan infrastruktur desa
- Desa tanpa kesenjangan
- Kawasan pemukiman desa berkelanjutan
- Konsumsi dan produksi desa yang sadar lingkungan
- Pengendalian dan perubahan iklim oleh desa
- Ekosistem laut desa
- Ekosistem daratan desa
- Desa damai dan berkeadilan
- Kemitraan untuk pembangunan desa
- Kelembagaan desa dinamis dan budaya desa adaptif.
Dari tujuan tersebut ditetapkan tipe desa yang sesuai dengan SDGs Desa, yaitu sebagai berikut.
- Desa tanpa kemiskinan dan kelaparan (1, 2)
- Desa peduli kesehatan (3, 6, 11)
- Desa peduli pendidikan (4)
- Desa ramah perempuan (5)
- Desa ekonomi merata (8, 9, 10, 12)
- Desa peduli lingkungan (7, 13, 14, 15)
- Desa berjejaring (17)
- Desa tangkap budaya (16, 18)
KONSEPSI PENTAHELIX DALAM PEMBANGUNAN DESA
Dalam merealisasikan SDGs tersebut, pemerintah tidak bisa sendirian, melainkan harus melibatkan penta helix, yaitu kekuatan pemerintah (pengatur), kekuatan komunitas/masyarakat (akselerator), kekuatan para akademisi (konseptor), kekuatan bisnis (dunia usaha), dan kekuatan media (katalisator) bersatu padu berkoordinasi serta berkomitmen untuk mengembangkan potensi lokal Desa dan kawasan perdesaan dalam membangun desa yang berkelanjutan. Mulai dari perencanaan, palaksanaan, pengawasan, pelaporan, dan evaluasi, harus melibatkan penta helix dengan berdasarkan asas hak asasi manusia dan kesetaraan untuk mendorong pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan hidup dengan prinsip-prinsip universal, integrasi dan inklusif yang tetap mengedepankan kearifan lokal dan bersumber daya lokal.
PRIORITAS CAPAIAN SDGs DESA
Dalam Permendesa PDTT No 13/20 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa 2021, dijelaskan prioritas penggunaan dana desa 2021 adalah untuk pencapaian SDGs Desa, yang meliputi capaian-capaian berikut.
- Pemulihan ekonomi nasional sesusai kewenangan desa
- Pembentukan, pengembangan, dan revitalisasi BUMDes/ BUMDesma (8)
- Pendirian, penyertaan modal, dan penguatan permodalan Bumdes/ Bumdesma
- Pengembangan usaha Bumdes/ Bumdesma yang difokuskan kepada pembentukan dan pengembangan produk unggulan desa dan/ atau produk unggulan kawasan perdesaan
- Kegiatan lainnya untuk mewujudkan pembentukan, pengembangan, dan revitalisasi Bumdes/ Bumdesma yang sesuai dengan kewenangan desa dan diputuskan dalam musyawarah desa
- Penyediaan listrik desa (7)
- Pembangkit listrik tenaga mikrohidro, tenaga biodiesel, tenaga matahari, dan tenaga angin
- Instalasi biogas
- Jaringan distribusi tenaga listrik (bukan dari Perusahaan Listrik Negara)
- Kegiatan lainnya untuk mewujudkan penyediaan listrik desa yang sesuai dengan kewenangan desa dan diputuskan dalam musyawarah desa
- Pengembangan usaha ekonomi produktif, utamanya yang dikelola BUMDes/ BUMDesma (12)
- Pembangunan usaha berskala produktif di bidang pertanian, perkebunan, peternakan dan/atau perikanan yang difokuskan pada pembentukan dan pengembangan produk unggulan desa dan/atau perdesaan
- Pengembangan jasa serta usaha industri kecil dan/atau indsutri rumahan yang difokuskan kepada pembentukan dan pengembangan produk unggulan desa dan/atau perdesaan
- Penyediaan dan pengelolaan sarana/ prasarana pemasaran produk unggulan desa dan/atau perdesaan
- Pendayagunaan perhutanan sosial
- Pendayagunaan teknologi tepat guna yang ramah lingkungan
- Investasi usaha ekonomi produktif yang ramah lingkungan
- Kegiatan lainnya untuk mewujudkan pengembangan usaha ekonomi produktif ramah lingkungan yang sesuai dengan kewenangan desa dan diputuskan dalam musyawarah desa
- Program prioritas nasional sesuai kewenangan desa
- Pendataan desa (17)
- Pendataan potensi dan sumberdaya pembangunan desa
- Pendataan pada tingkat rukun tetangga
- Pendataan pada tingkat keluarga
- Pemutakhiran data desa termasuk data kemiskinan
- Kegiatan pendataan desa lainnya yang sesuai dengan kewenangan desa dan diputuskan dalam musyawarah desa
- Pemetaan potensi dan sumber daya pembangunan desa (17)
- Penyusunan peta potensi dan sumber daya pembangunan desa
- Pemutakhiran peta potensi dan sumber daya pembangunan desa
- Kegiatan pemetaan potensi dan sumber daya pembangunan desa lainnya yang sesuai kewenangan desa dan diputuskan dalam musyawarah desa
- Pengembangan teknolgi informasi dan komunikasi (17)
- Pengembangan, pengelolaan, dan pengintegrasian sistem administrasi keuangan dan aset desa dengan aplikasi digital yang disediakan Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
- Pengembangan, pengelolaan, dan pengintegrasian Sistem Informasi Desa yang berbasis aplikasi digital yang disediakan Kementrian Desa PDTT
- Pengembangan keterbukaan informasi pembangunan desa berbasis aplikasi digital
- Pengadaan sarana/prasarana teknologi informasi dan komunikasi berbasis aplikasi digital meliputi: 1) tower untuk jaringan internet; 2) pengadaan komputer; 3) Smartphone; 4) langganan internet
- Kegiatan pengembangan, pengelolaan dan pengintegrasian teknologi ingormasi dan komunikasi lainnya yang sesuai dengan kewenangan desa yang diputuskan dalam musyawarah desa
- Pengembangan Desa Wisata (8)
- Pengadaan, pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana desa wisata
- Promosi desa wisata diutamakan melalui gelar budaya dan berbasis digital
- Pelatihan pengelolaan desa wisata
- Kerja sama dengan pihak ketiga untuk investasi desa wisata
- Kegiatan pengembangan desa wisata lainnya yang sesuai dengan kewenangan desa yang diputuskan dalam musyawarah desa
- Penguatan ketahanan pangan (2)
- Pengembangan usaha pertanian, perkebunan, perhutanan, peternakan dan/atau perikanan untuk ketahanan pangan
- Pembangunan lumbung pangan desa
- Pengelolaan pasca panen
- Kegiatan penguatan ketahanan pangan lainnya yang sesuai dengan kewenangan desa dan diputuskan dalam musyawarah desa
- Pencegahan stunting di desa (2)
- Pengelolaan advokasi konvergensi pencegahan stunting di desa dengan menggunakan aplikasi digital electronic-Human Development Worker (e-HDW)
- Pemberian insentif untuk Kader Pembangunan Manusia (KPM), kader posyandu, dan pendidik Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
- Tindakan promotif dan preventif untuk pencegahan stunting melalui rumah desa sehat
- Memberikan layanan peningkatan layanan kesehatan, peningkatan gizi dan pengasuhan anak melalui kegiatan: 1) kesehatan ibu dan anak; 2) konseling gizi; 3) air bersih dan sanitasi; 4) perlindungan sosial untuk peningkatan akses ibu hamil dan menyusui serta balita terhadap jaminan kesehatan dan administrasi kependudukan; 5) pendidikan tentang pengasuhan anak melalui PAUD; 6) pengasuhan anak di keluarga termasuk pencegahan perkawinan anak; dan 7) pendayagunaan lahan pekarangan keluarga dan tanah kas desa untuk pembangunan Kandang, Kolam, dan Kebun (3K) dalam rangka penyediaan makanan yang sehat dan bergizi untuk ibu hamil, balita dan anak sekolah.
- Desa inklusif (5, 16, 18)
- Kegiatan pelayanan dasar untuk kelompok marginal dan rentan yaitu: perempuan, anak, lanjut usia, suku dan masyarakat adat terpencil, penghayat kepercayaan, disabilitas, kelompok masyarakat miskin, dan kelompok rentan lainnya
- Penyelenggaraan forum warga untuk penyusunan usulan kelompok marginal dan rentan
- Pemberian bantuan hukum bagi kelompok marginal dan rentan
- Penguatan nilai-nilai keagamaan dan kearifan lokal untuk membentuk kesalehan sosial di desa
- Kegiatan lainnya untuk mewujudkan desa inklusif yang sesuai dengan Kewenangan Desa dan diputuskan dalam Musyawarah Desa
- Adaptasi kebiasaan baru: Desa aman Covid-19 (1, 3)
PROGRAM SDGs DESA DI JAWA BARAT
Di Jawa Barat sendiri, Ridwan Kamil tidak ketinggalan dalam mengimplementasikan program ini. Bahkan dalam Visi Misi masa jabatannya, seluruhnya berasaskan pada SDGs dan SDGs Desa. Untuk SDGs Desa, ia termasuk ke dalam salah satu dari 9 Program Unggulan RINDU (Ridwan Kamil dan Uu Ruzhanul), yaitu Gerakan Bangun Desa (GERBANG Desa). Program ini masuk dalam cakupan Misi ke-3 mereka, yaitu mempercepat pertumbuhan dan pemerataan pembangunan berbasis lingkungan dan tata ruang yang berkelanjutan melalui peningkatan konektivitas wilayah dan penataan daerah.
Berikut adalah beberapa program Jabar dalam menopang SDGs.
- Perguruan Tinggi Juara, salah satu targetnya adalah Desa Binaan Perguruan Tinggi, yaitu setiap perguruan tinggi memiliki desa binaan yang dikembangkan sebagai program pengabdian masyarakat.
- Nelayan Juara, targetnya adalah Desa Wisata Nelayan, yaitu pengembangan Desa Wisata Nelayan di daerah-daerah yang potensial.
- Pariwisata Juara, salah satu targetnya adalah Desa Wisata, yaitu pembangunan Desa Wisata berbasiskan partisipasi masyarakat sesuai dengan potensi dan kondisi setempat.
- Ekonomi Kreatif Juara, yang salah satu targetnya adalah Desa Kreatif, yaitu pengembangan ekonomi kreatif berbasis desa diharapkan dapat memajukan perekonomian masyarakat setempat.
- Gerbang Desa Juara, program-programnya adalah:
- 1 BUM Desa, 1 Desa
Membentuk Badan Usaha Milik Desa agar taraf hidup masyarakat desa dan pendapatan asli desa bisa meningkat serta angka pengangguran dan terbentuk keseimbangan antara desa dan kota; serta program off-taker produk desa.
- Internet Masuk Desa
Membangun jaringan internet ke berbagai desa untuk memastikan akses informasi yang setara.
- Irigasi Pertanian
Membangun infrastruktur irigasi pertanian untuk intensifikasi pertanian.
- Tunjangan Perangkat Desa
Agar dapat memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat, para perangkat desa perlu diberikan tunjangan yang pantas.
- One Village One Product
Peningkatan ekonomi daerah dengan mengembangkan nilai tambah satu produk khas setempat.
Menurut RK, sejak ia menjabat, desa di Jabar sudah semakin Juara. Dari 929 desa tertinggal, setelah ia menjabat menjadi 0 desa. Begitupula dengan desa mandiri, selama tiga tahun awalnya terdapat 37 desa, sekarang sudah menjadi 1.130 desa.
GERBANG DESA JUARA DAN SEJENISNYA ADALAH GERBANG MASUKNYA PENJAJAHAN DESA
Dengan dipaksanya desa harus bekerjasama dengan perusahaan swasta, ini tentu membuka gerbang kapitalisasi desa oleh para pengusaha kapitalis ini. Masyarakat desa juga diarahkan untuk membangun gerakan-gerakan swadaya masyarakat untuk menyelesaikan problem mereka sendiri. Tentu ini jelas-jelas bentuk lepas tangan negara dari mengurusi rakyat yang merupakan ciri khas dari pemerintahan dalam ideologi kapitalisme, diperjelas lagi dengan adanya konsep penta helix. Dengan masuknya perusahaan swasta ke desa-desa, tentu mereka tidak hanya sekedar mengeksploitasi manusianya, tetapi juga alamnya. Hal ini tentu mengkhawatirkan karena kita bisa melihat dengan jelas apa yang telah dilakukan perusahaan-perusahaan kapitalis ini, baik lokal maupun asing, terhadap sumber daya alam yang ada di dunia. Dan ini juga bertentangan dengan tujuan diadakannya SDGs sendiri.
Pendataan terhadap sumberdaya pembangunan desa bahkan hingga level keluarga dan digitalisasi serta transparansinya telah membuat data vital negara menjadi rentan terbuka sekali bagi pihak swasta dan asing, dan mereka tidak perlu repot-repot untuk melakukan penelitian sendiri karena sudah diakomodir oleh pemerintah. Bagi Barat melalui PBB tentunya ini adalah keuntungan karena mereka dapat mengetahui potensi dan juga kelemahan-kelemahan dari negara jajahannya yang akan semakin mengokohkan penjajahan mereka di sana. Selain itu, dengan SDGs Desa ini, nilai-nilai hidup liberal kapitalis ditanamkan ke tengah-tengah masyarakat desa. Mulai dari kesetaraan gender, kebebasan, dan toleransi.
PENJAJAHAN DESA BUAH DARI PENJAJAHAN INTERNASIONAL
Adanya penjajahan atas desa ini tentu tidak muncul dengan sendirinya. Ia merupakan hasil dari penjajahan di atasnya, yaitu penjajahan level internasional. PBB sebagai organisasi pemersatu bangsa-bangsa di dunia sebenarnya adalah alat penjajahan oleh Barat. Karena posisi mereka lebih tinggi dari negara-negara yang ada di dunia ini, sehingga keputusan mereka mengikat bahkan memaksa untuk diterapkan oleh negara-negara di seluruh dunia, baik negara tersebut menyukainya ataupun tidak, baik sejalan ataupun bertentangan dengan nilai-nilai kehidupan yang dianut oleh negara tersebut. Mereka membuat standar baik-buruk yang dipaksa untuk diakui oleh seluruh dunia, sehingga ketika ada negara yang berbuat buruk menurut mereka, akan diberikan berbagai macam sanksi oleh negara-negara lainnya.
Sesungguhnya setiap negara adalah berdaulat dalam hal pengambilan kebijakan dan hubungan luar negerinya. Ia bebas mau berinteraksi dengan negara mana saja yang ia mau dan tidak mau. Ia pun bebas menentukan arah politik dalam dan luar negerinya sendiri tanpa ada intervensi oleh negara manapun, apalagi hanya oleh sebuah organisasi, tentu ini adalah bentuk pelecehan terhadap kedigdayaan suatu negara.
Pembangunan berkelanjutan hanya kedok penjajahan berkelanjutan, pasalnya negara maju saja tidak mampu untuk memenuhi capaian-capaian dari SDGs ini, apalagi negara berkembang. Sehingga negara-negara berkembang ditawarkan berbagai bantuan keuangan untuk memenuhi capaian tersebut, yang pada hakikatnya bukanlah bantuan, tetapi jeratan ekonomi sebagai alat penjajahan. Dan isu lingkungan hanyalah bumbu manis agar ide mereka lebih diterima oleh dunia dan memberi harapan perubahan pada dunia. Karena sejatinya peradaban kapitalisme sama sekali tidak memandang pada nilai moral, tetapi hanya nilai manfaat belaka.
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN ALA ISLAM
Bukan bermaksud untuk mengislamisasikan konsep-konsep Barat, tetapi memang pembangunan dalam Islam pasti berkelanjutan, dalam artian pasti memikirkan alam, manusia masa kini dan masa depan hingga yaumil qiyamah. Dalilnya adalah perintah Allah agar manusia tidak membuat kerusakan di muka bumi, firman Allah Ta’ala,
وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًاۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ
“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan.” (QS Al-A’raf: 56).
Ketundukan terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya untuk menjaga lingkungan hidup adalah jawaban mengapa Islam bisa memenuhi kebutuhan manusia tanpa merusak ekosistem dan alam sehingga mampu bertahan hingga 14 abad lamanya. Berbeda dengan peradaban kapitalisme yang baru berdiri saja sudah merusak alam dunia.
Menjaga kelestarian alam merupakan tugas semua pihak, baik individu rakyat, perusahaan, maupun negara. Menjadi tugas negara untuk mengedukasi rakyatnya, baik individu maupun perusahaan, agar menjaga alam dengan baik. Proses edukasi ini dilakukan oleh negara Khilafah melalui jalur pendidikan dengan membentuk kesadaran pada warga negara berbasis keimanan. Dengan demikian ada dorongan ruhiah bagi setiap individu untuk menjaga kelestarian alam, yaitu sebagai wujud ketaatan pada Allah Taala. Motivasi ruhiah ini akan lebih efektif daripada motivasi lainnya.
Islam juga begitu adil ketika membagi kepemilikan alam semesta ini menjadi tiga jenis kepemilikan, yaitu kepemilikan individu, masyarakat, dan negara, sehingga sumber daya alam yang ada di dunia ini terdistribusi dengan adil, tidak dimonopoli oleh satu pihak apalagi dirusak.
Untuk segala kebutuhan masyarakat desa yang sifatnya kolektif, maka ini adalah tugas negara untuk memenuhinya, karena di dalam Islam, negara adalah pelayan umat, dan tugasnya adalah untuk mengurusi masyarakat. Dalilnya adalah hadits Rasulullah saw, “Kepala negara adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus” (HR Al-Bukhari). Sehingga negara tidak boleh berlepas tangan dari tugas ini apalagi menugasinya kepada pihak swasta. Tentu yang namanya pihak swasta pasti hendak mendapatkan untung. Sehingga ia akan berupaya mencari keuntungan dari masalah-masalah yang dihadapi masyarakat, yang ini tentu adalah masalah baru, bahkan semakin memperburuk kondisi masyarakat. Sehingga, entah itu desa, kecamatan, kota, ataupun provinsi, tidak boleh negara melepaskan urusan tersebut kepada selainnya, apalagi ke masyarakat itu sendiri yang mereka pun butuh untuk ditolong.
Di dalam kapitalisme, masyarakat desa hanya dieksploitasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka dengan posisi rendah, seperti pedagang, tukang parkir, penjaga tempat wisata, pengrajin souvenir, dsb, karena memang begitulah kualitas masyarakat desa dalam sistem kapitalisme. Sama sekali tidak ada niatan baik dari kapitalisme untuk menaikkan taraf berpikir dan ekonominya.
Sedangkan dalam Islam, posisi masyarakat desa adalah sama dengan masyarakat kota dalam hal hak-haknya sebagai warga negara khilafah, begitupula kewajiban-kewajibannya. Tetapi tentu arah pembangunannya akan disesuaikan dengan topografi dan ‘urf yang ada di wilayah tersebut, begitupula dengan daerah-daerah yang lain. Misal, jika memang di desa tersebut tanahnya termasuk tanah yang subur, maka negara pasti memaksimalkannya untuk sektor pertanian dan perkebunan untuk menopang ketahanan pangan negara. Tidak dialihfungsikan sebagai kawasan properti dan pabrik-pabrik, apalagi jika berpotensi merusak alam. Dan berbagai macam potensi yang ada di desa tersebut yang mampu menopang keberlangsungan daulah Islam. Bukan dengan mengeksploitasi sumber daya alamnya dengan rakus serta sumber daya manusianya dengan dibayar murah.
Selain itu, pembangunan dalam Islam tentu memerhatikan aspek keseimbangan dan kesehatan lingkungan, yang standar-standarnya ditentukan oleh para ahli yang dipercaya oleh negara. Bukan para ahli yang dibayar oleh perusahaan. Karena manusia Allah beri tugas sebagai khalifah di muka Bumi yang maknanya adalah sebagai pengurus Bumi dengan Islam yang pasti akan membawa rahmat bagi Bumi dan seisinya apabila diterapkan.
ISLAM SOLUSI PERMASALAHAN ALAM YANG GLOBAL
Memang betul, kerusakan alam di suatu wilayah pasti akan memengaruhi wilayah yang lain. Hal inilah yang mendorong PBB dan negara-negara dunia untuk bersatu dalam menjaga Bumi sehingga kerusakan di wilayah lain tidak akan berakibat buruk kepada negaranya sendiri. Maka dari sini mereka menyusun aturan-aturan terkait penjagaan alam Bumi yang harus diterapkan oleh masing-masing negara, misalnya saja seperti aturan terkait gas karbon dan hutan. Karena hutan di dunia sudah banyak yang dirusak, maka harus ada hutan-hutan yang dijaga untuk menjaga Bumi, seperti halnya hutan-hutan di Amazon yang tidak boleh ditebang. Tentu ini akan menghambat pembangunan di Brazil, sedangkan ini adalah tanah mereka yang mereka berhak mengelolanya secara penuh tanpa ada batasan dari pihak luar. Gas-gas karbon berbahaya ini padahal mayoritasnya bukanlah disebabkan oleh Brazil, tapi oleh negara-negara lain, yang secara data penyumbang terbesarnya adalah Cina dan negara-negara adidaya lainnya. Banyaknya gas karbon ini, tidak hanya berdampak pada negara mayoritas penghasilnya, tapi dirasakan oleh seluruh Bumi.
Maka adalah hal yang pas sekali apabila negara Islam adalah negara dakwah dan jihad, yang dengan keduanya, ia mampu memfutuhat negara-negara lain yang ada di dunia untuk diatur dengan Islam, yang mana aturan Islam pasti akan menyelamatkan negara tersebut dari kerusakan alam yang dihasilkan oleh tangan-tangan manusia. maka adalah hal yang sangat baik apabila seluruh wilayah di muka Bumi ini diterapkan syariat Islam di dalamnya dalam naungan khilafah.