
Para Penguasa Arab Pelayan Barat, Bukan Pelayan Umat Islam
Kedatangan Trump ke sejumlah negara Arab justru menjadi awan mendung untuk perjuangan Gaza. Sikap para penguasa itu menunjukkan penghambaan mereka kepada AS sekaligus pengkhianatan kepada umat.
Sikap politik para penguasa negeri Muslim sering dijadikan kiblat politik Dunia Islam. Banyak orang bahkan mendorong hubungan diplomatik dengan zionis. Mereka juga mendorong pembentukan negara Palestina (tepatnya Jalur Gaza dan Tepi Barat!). Ini penilaian mereka, bukan hanya negara-negara Arab saja.
Hal ini menjadi ironi karena para penguasa Arab adalah Muslim. Namun, mereka tidak punya political will untuk mengusir kaum zionis. Bahkan mereka memilih menjadi penonton pembantaian demi pembantaian yang dilakukan negara zionis terhadap penduduk Gaza. Mereka juga diam ketika militer Yahudi meluaskan serangan mereka ke Libanon bahkan merudal pesawat jemaah haji Yaman. Tak ada tindakan apapun dari para penguasa Arab.
Para penguasa Arab itu satu-persatu juga mulai menjalin hubungan diplomatik dengan kaum zionis. Termasuk membuka hubungan perdagangan, seperti Mesir, Bahrain, Uni Emirat Arab dan Yordania. Meski bukan bagian negara Arab, Turki sebagai bagian negeri muslim juga membuka hubungan perdagangan dengan entitas Yahudi. Bahkan pelabuhan Mersin di Turki masuk rute pelayaran kapal pengangkut komponen pesawat tempur dari AS menuju negeri Yahudi.
Para penguasa Arab seperti Saudi bahkan lebih memilih menggempur dan mengisolasi sesama negeri Muslim tetangga mereka, Yaman, ketimbang melakukan tindakan serupa terhadap negeri zionis. Akibat perang dan blokade yang dilakukan Saudi terhadap Yaman pada tahun 2018, dilaporkan tujuh juta anak Yaman menderita kelaparan. Saudi melakukan hal yang dilakukan zionis kepada warga Gaza. Namun, Saudi melakukan itu kepada saudara seiman.
Boneka Ciptaan Barat
Ada kesamaan antara eksistensi para penguasa Arab dan negara zionis. Keduanya sama-sama dikondisikan oleh Barat untuk kepentingan mereka. Inggris membidani kelahiran negara Yahudi di Palestina untuk menjadi kanker di jantung Dunia Islam. Ia menjadi faktor instabilitas di Timur Tengah sekaligus merongrong eksistensi Khilafah Utsmaniyah kala itu.
Di era modern, negara zionis berperan membantu menjaga kepentingan Barat. Setelah pengaruh Inggris surut di Timur Tengah, maka Amerika Serikat memanfaatkan negara zionis menjadi penyeimbang kekuatan di tengah negara-negara Arab. Diberitakan bahwa AS memiliki pangkalan militer rahasia yang bermarkas di Israel dengan nama kode Situs 512. Pangkalan militer yang masih misterius ini diyakini bisa menampung sistem pengawasan radar yang dapat mendeteksi dan melacak ancaman rudal balistik.
Pada masa Perang Dingin antara Blok Timur dan Blok Barat, negara Yahudi berguna untuk Blok Barat—yang dipimpin AS—untuk menangkal pergerakan Uni Soviet di kawasan Timur Tengah dan sekitarnya. Andai terjadi pergerakan militer Soviet di kawasan Timur Tengah, maka militer AS dapat bergerak cepat menangkalnya.
AS memang bermain dua kaki. Selain mendukung negara zionis, negara-negara Barat imperialis juga menjadikan negara-negara Arab sebagai sekutu sekaligus jajahannya. Inggris adalah yang pertama memainkan langkah itu di Timur Tengah. Inggris berhasil mengadu domba kaum Muslim dengan menaikkan tensi primordialisme Arab vs Turki. Buruknya penerapan syariah Islam oleh Khilafah Utsmaniyah di era kemundurannya menjadi sekam yang mudah terbakar. Inggris berhasil meretakkan kesatuan wilayah Khilafah Islamiyah lalu membentuk pemerintahan boneka seperti Saudi, Irak, Kuwait dan negara Trans-Yordania.
Inggris menaikkan Ibnu Saud untuk menjadi bonekanya di Saudi setelah menyingkirkan Syarif Husain, Wali Makkah. Sebelumnya Syarif Husain adalah Gubernur/Wali Negara Khilafah yang berhasil dibujuk Inggris untuk melawan Khilafah. Namun, belakangan Inggris tidak menyukai dia kemudian mengganti dia dengan Abdul Aziz bin Saud. Pada tahun 1927 Dinasti Saud menguasai Jazirah Arab.
Pasca Perang Dunia II, Amerika Serikat mulai mengembangkan hegemoninya, termasuk ke Timur Tengah, bersaing dengan Inggris dan Prancis. AS berhasil menyingkirkan peran Inggris di Saudi, Kuwait, Irak, Mesir dan Iran. Untuk semakin menguatkan dominasinya di Teluk, Amerika Serikat memprovokasi Saddam Husain untuk melakukan invasi ke Kuwait pada tahun 1990. Ketakutan rezim Saudi dan Kuwait mendorong mereka memanggil militer AS dalam jumlah besar. AS pun membangun pangkalan militer di Saudi, Kuwait, Qatar, Oman, dsb.
Barat, baik AS maupun Inggris, menjalankan simbiosis mutualisme politik bersama para penguasa Arab. AS mengamankan kedudukan mereka sebagai penguasa agar tetap berkuasa. Padahal perlahan-lahan muncul kesadaran di tengah rakyatnya, terutama kaum Muslim, bahwa para penguasa mereka lembek terhadap zionis Yahudi dan korup. Maka dari itu, AS membantu para penguasa itu memata-matai rakyat mereka. AS melatih tentara dan intelijen untuk memberangus gerakan Islam.
AS dan Barat menutup mata dan terus mendukung rezim Timur Tengah meski melakukan berbagai pelanggaran hak asasi manusia. AS ’berisik’ terhadap tindakan rezim komunis Cina kepada Muslim Uyghur. Namun, AS bungkam terhadap penangkapan, penyiksaan bahkan pembunuhan terhadap para aktivis Islam dan para ulamanya. AS mendukung Asisi menggulingkan Presiden Mursi; menangkap dan menyiksa dia hingga syahid di tahanan.
Itulah alasan para pemimpin Arab setia melayani Barat. Mereka takut kehilangan dukungan politik dari White House maupun Whitehall. Momentum Arab Spring yang mengguncangkan beberapa negeri Islam seperti Suriah dan Tunisia membuat mereka semakin membabi buta melayani para penjajah.
Trump pada perioder pertama kepresidenannya pernah sesumbar; “We protect Saudi Arabia — would you say they’re rich?…And I love the king, King Salman, but I said, ‘King we’re protecting you. You might not be there for two weeks without us. You have to pay for your military, you have to pay.’” Namun, ini bukan omong-kosong. Para penguasa Arab tahu bahwa singgasana mereka sudah lapuk, tak akan bertahan lama tanpa sokongan negara-negara Barat.
Sebab itulah para pemimpin Arab enteng saja menggelontorkan uang triliunan rupiah kepada Presiden AS Donald Trump yang mengemis ke Saudi, Qatar dan UEA untuk membantu krisis ekonomi di negaranya. Ironis! Pasalnya, mereka tidak pernah memberikan bantuan sebesar itu untuk kaum Muslim di Palestina, terutama Gaza. Tidak juga untuk membantu nasib Muslim di Uyghur, India atau Myanmar.
Bertentangan dengan Prinsip Islam
Umat harus mencermati dengan jeli bahwa meskipun para penguasa Arab dan negeri-negeri muslim itu statusnya adalah Muslim. Namun, Islam bukanlah ideologi mereka. Ada beberapa bukti bahwa mereka bersikap demikian: Pertama, mereka melandasi aktivitas politik luar negerinya pada kemaslahatan nasionalisme. Buktinya dengan sengaja mereka mulai menjalin hubungan diplomatik dengan negara zionis dan tetap melakukan perdagangan meski genosida yang berdarah-darah itu tampak jelas di depan hidung mereka.
Kedua, para penguasa Arab itu mengabaikan hukum-hukum Islam yang berkaitan dengan politik luar negeri. Islam mengharamkan hubungan diplomatik dengan dârul harbi fi’l[an] seperti negara zionis dan para penyokongnya seperti AS, Inggris, Prancis, dan Jerman. Padahal menjalin hubungan apapun dengan negara-negara tersebut adalah haram. Allah SWT sudah berfirman:
وَٱقۡتُلُوهُمۡ حَيۡثُ ثَقِفۡتُمُوهُمۡ وَأَخۡرِجُوهُم مِّنۡ حَيۡثُ أَخۡرَجُوكُمۡۚ ١٩١
Bunuhlah mereka di mana saja kalian jumpai mereka dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian (TQS al-Baqarah [2]: 191).
Juga firmanNya:
فَمَنِ ٱعۡتَدَىٰ عَلَيۡكُمۡ فَٱعۡتَدُواْ عَلَيۡهِ بِمِثۡلِ مَا ٱعۡتَدَىٰ عَلَيۡكُمۡۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلۡمُتَّقِينَ ١٩٤
Siapa saja yang menyerang kalian, maka seranglah dia seimbang dengan serangannya terhadap kalian. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa (QS al-Baqarah [2]: 194).
Bahkan jika kaum Muslim menduga kuat terjadi pengkhianatan oleh satu kaum terhadap mereka, maka Allah SWT memerintahkan untuk membatalkan segala jenis perjanjian. Firman-Nya:
وَإِمَّا تَخَافَنَّ مِن قَوۡمٍ خِيَانَةٗ فَٱنۢبِذۡ إِلَيۡهِمۡ عَلَىٰ سَوَآءٍۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡخَآئِنِينَ ٥٨
Jika kamu khawatir akan (ada) pengkhianatan dari suatu golongan maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat (QS al-Anfal [8]: 58).
Umat semestinya mengukur integritas para pemimpin mereka bukan dengan asas maslahat, tetapi berdasarkan hukum Islam. Ketaatan para pemimpin tersebut pada Islam adalah bukti kelayakan mereka sebagai penguasa Muslim. Dalam konteks politik luar negeri, syariah Islam pun telah menetapkan batas halal dan haram. Semuanya tidak ditentukan berdasarkan semata kepentingan politik.
Allah SWT telah mengharamkan umat termasuk para pemimpin mereka memberikan loyalitas dan kepercayaan pada pihak-pihak yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya. Firman Allah SWT:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَتَّخِذُواْ بِطَانَةٗ مِّن دُونِكُمۡ لَا يَأۡلُونَكُمۡ خَبَالٗا وَدُّواْ مَا عَنِتُّمۡ قَدۡ بَدَتِ ٱلۡبَغۡضَآءُ مِنۡ أَفۡوَٰهِهِمۡ وَمَا تُخۡفِي صُدُورُهُمۡ أَكۡبَرُۚ قَدۡ بَيَّنَّا لَكُمُ ٱلۡأٓيَٰتِۖ إِن كُنتُمۡ تَعۡقِلُونَ ١١٨
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil menjadi teman kepercayaan kalian orang-orang yang di luar kalangan kalian (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemadaratan bagi kalian. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kalian. Telah nyata kebencian dari mulut mereka dan apa saja yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepada kalian ayat-ayat (Kami) jika kalian memahaminya (QS Ali Imran [3]: 118).
Kekayaan yang dimiliki para penguasa Muslim sudah seharusnya digunakan demi kemaslahatan Islam dan kaum Muslim. Kaum Muslim bisa menggunakan kekayaan itu untuk membangun kampus-kampus kelas dunia untuk mencetak ilmuwan kelas dunia dan berbagai riset sains-teknologi yang dibutuhkan umat manusia. Dana yang besar juga harusnya digunakan untuk membangun industri manufaktur menengah hingga berat seperti industri militer, otomotif, IT, serta membangun ketahanan pangan yang dibutuhkan umat.
Haram hukumnya kaum Muslim justru menginvestasikan harta mereka untuk menguatkan negara-negara kafir harbi, apalagi dârul harbi fi’l[an] seperti AS dan negara-negara Eropa. Allah SWT telah berfirman:
وَلَن يَجۡعَلَ ٱللَّهُ لِلۡكَٰفِرِينَ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ سَبِيلًا ١٤١
Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada kaum kafir untuk memusnahkan kaum Mukmin (QS an-Nisa [4]: 141).
Masa Depan Milik Islam
Melihat sikap politik negara-negara Arab dan Dunia Islam secara umum, mustahil berharap mereka akan membebaskan Palestina dan berani melawan hegemoni Barat. Kecintaan mereka pada kekuasaan, juga permusuhan mereka terhadap Islam dan kaum Muslim, akan menjadi arah politik mereka.
Sebenarnya kekuasaan identik dengan ketakutan. Mereka yang menggunakan kekuatan dan kekuasaan secara eksesif, koruptif dan represif pada rakyat sebenarnya menyimpan ketakutan besar. Para pemimpin Dunia Islam, khususnya Dunia Arab, menyadari betul jika kekuasaan mereka seperti sarang laba-laba. Seolah menakjubkan, tetapi sebenarnya lemah. Mereka tahu umat tidak mencintai dan mendukung kekuasaan mereka. Semua karena penyimpangan kekuasaan dan ketidakberpihakan mereka kepada umat dan agama ini.
Rezim-rezim itu juga menyadari sokongan yang diberikan oleh Barat kepada mereka ada pamrih dan memiliki limit. Mereka tahu jika peran mereka sudah tidak dianggap penting oleh para penjajah, mereka akan disingkirkan. Kejatuhan Shah Iran Reza Pahlavi, Raja Farouk di Mesir, Saddam Husain di Irak, Qadafi di Libya, dan terakhir Bashar Assad di Suriah, adalah gambaran riil bahwa tidak selamanya Barat akan terus melindungi bonekanya.
Seruan bahwa hanya Khilafah yang bisa membebaskan dunia dari hegemoni dan penjajahan Barat bukanlah slogan kosong. Hanya kekuatan politik yang independen dan bertumpu pada ideologi Islam yang dapat menantang Barat serta mengusir zionis dari tanah Palestina.
Inilah yang ditakuti Barat. Berdirinya Khilafah adalah kelahiran negara adidaya yang bakal sulit ditandingi. Barat sudah mengukur potensi kekuataan Khilafah mulai dari penduduk, potensi sumber daya alam, serta geostrategis yang dimiliki kelak. Negara-negara Barat sudah membaca sejak lama bahwa kebangkitan Islam sebagai sebuah kekuatan besar bukan saja membuat mereka kehilangan daerah jajahan. Namun, kemunculan Khilafah juga bisa membuat mereka amat bergantung padanya. Secara geostrategis saja banyak kepentingan Barat disana. Jalur pelayaran strategis banyak melewati wilayah kaum Muslim.
Inilah tantangan bagi para pengemban dakwah. Menyadarkan umat bahwa harapan yang benar adalah pada Khilafah Islamiyah. Menegakkan Khilafah adalah fardhu dan keberadaannya menjadi pelindung umat. Mereka juga harus membongkar makar jahat Barat dan para pemimpin Dunia Islam. Juga melucuti topeng mereka agar tampak wajah asli para penguasa itu adalah antek-antek asing. Tak ada pembelaan mereka pada Islam dan kaum Muslim, kecuali sedikit saja.
WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. [Iwan Januar (Analis Siyasah Institute)]